Monday, December 15, 2014

AMDAL

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL)
A. PENGERTIAN AMDAL
Sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu studi tentang dampak lingkungan yang bakal timbul, baik dampak sekarang maupun dimasa yang akan datang. Studi ini disamping untuk mengetahui dampak yang akan timbul, juga mencarikan jalan keluar untuk mengatasi dampak tersebut. Studi inilah yang kita kenal dengan nama Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Pengertian Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) menurut PP No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan kegiatan. Arti lain analisis dampak lingkungan hidup adalah teknik untuk menganalisis apakah proyek yang akan dijalankan akan mencemarkan lingkungan atau tidak dan jika ya, maka diberikan jalan alternatif pencegahannya.
B. DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Perlunya dilakukan studi AMDAL sebelum usaha dilakukan mengingat kegiatan-kegiatan investasi pada umumnya akan mengubah lingkungan hidup. Oleh karena itu, menjadi penting untuk memerhatikan komponen-komponen lingkungan hidup sebelum investasi dilakukan.
Adapun komponen lingkungan hidup yang harus dipertahankan dan dijaga serta dilestarikan fungsinya, antara lain:
1. Hutan lindung, hutan konservasi, dan cagar biosfer.
2. Sumber daya manusia.
3. Keanekaragaman hayati.
4. Kualitas udara.
5. Warisan alam dan warisan udara.
6. Kenyamanan lingkungan hidup.
7. Nilai-nilai budaya yang berorientasi selaras dengan lingkungan hidup.
Kemudian, komponen lingkungan hidup yang akan berubah secara mendasar dan penting bagi masyarakat disekitar suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, seperti antara lain:
1. Kepemilikan dan penguasaan lahan
2. Kesempatan kerja dan usaha
3. Taraf hidup masyarakat
4. Kesehatan masyarakat
Berikut ini dampak negatif yang mungkin akan timbul, jika tidak dilakukan AMDAL secara baik dan benar adalah sebagai berikut:
1. Terhadap tanah dan kehutanan
a. Menjadi tidak subur atau tandus.
b. Berkurang jumlahnya.
c. Terjadi erosi atau bahkan banjir.
d. Tailing bekas pembuangan hasil pertambangan akan merusak aliran sungai berikut hewan dan tumbuhan yang ada disekitarnya.
e. Pembabatan hutan yang tidak terencana akan merusak hutan sebagai sumber resapan air.
f. Punahnya keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, akibat rusaknya hutan alam yang terkena dampak dengan adanya proyek/usaha.
2. Terhadap air
a. Mengubah warna sehingga tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan sehari-hari.
b. Berubah rasa sehingga berbahaya untuk diminum karena mungkin mengandung zat-zat yang berbahaya.
c. Berbau busuk atau menyengat.
d. Mengering sehingga air disekitar lokasi menjadi berkurang.
e. Matinya binatang air dan tanaman disekitar lokasi akibat dari air yang berubah warna dan rasa.
f. Menimbulkan berbagai penyakit akibat pencemaran terhadap air bila dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari.
3. Terhadap udara
a. Udara disekitar lokasi menjadi berdebu
b. Dapat menimbulkan radiasi-radiasi yang tidak dapat dilihat oleh mata seperti proyek bahan kimia.
c. Dapat menimbulkan suara bising apabila ada proyek perbengkelan.
d. Menimbulkan aroma tidak sedap apabila ada usaha peternakan atau industri makanan.
e. Dapat menimbulkan suhu udara menjadi panas, akibat daripada keluaran industri tertentu.
4. a. Akan menimbulkan berbagai penyakit terhadap karyawan dan masyarakat sekitar.
b. Berubahnya budaya dan perilaku masyarakat sekitar lokasi akibat berubahnya struktur penduduk.
c. Rusaknya adat istiadat masyarakat setempat, seiring dengan perubahan perkembangan didaerah tersebut.
Alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak diatas adalah sebagai berikut:
1. Terhadap tanah
a. Melakukan rehabilitasi.
b. Melakukan pengurukan atau penimbunan terhadap berbagai penggalian yang menyebabkan tanah menjadi berlubang.
2. Terhadap air
a. Memasang filter/saringan air.
b. Memberikan semacam obat untuk menetralisir air yang tercemar.
c. Membuat saluran pembuangan yang teratur ke daerah tertentu.
3. Terhadap udara
a. Memasang alat kedap suara untuk mencegah suara bising.
b. Memasang saringan udara untuk menghindari asap dan debu.
4. Terhadap karyawan
a. Menggunakan peralatan pengaman.
b. Diberikan asuransi jiwa dan kesehatan kepada setiap pekerja
c. Menyediakan tempat kesehatan untuk pegawai perusahaan yang terlibat.
5. Terhadap masyarakat sekitar
a. Menyediakan tempat kesehatan secara gratis kepada masyarakat.
b. Memindahkan masyarakat ke lokasi yang lebih aman.
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN STUDI AMDAL
Tujuan AMDAL adalah menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan studi AMDAL:
1. Mengidentifikasi semua rencana usaha yang akan dilaksanakan
2. Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting.
3. Memperkirakan dan mengevaluasi rencana usaha yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
4. Merumuskan RKL dan RPL.
Kegunaan dilaksanakannya studi AMDAL:
1. Sebagai bahan bagi perencana dan pengelola usaha dan pembangunan wilayah.
2. Membantu proses pengambilan.
3. Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari rencana usaha.
4. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari rencana usaha.
5. Memberi informasi kepada masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha.
D. RONA LINGKUNGAN HIDUP
Rona lingkungan hidup pada umumnya sangat beranekaragam dalam bentuk, ukuran, tujuan, dan sasaran. Rona lingkungan hidup juga berbeda menurut letak geografi, keanekaragaman faktor lingkungan hidup, dan pengaruh manusia. Karena itu kemungkinan timbulnya dampak lingkungan hidup pun berbeda-beda sesuai dengan rona lingkungan yang ada.
Hal-hal yang perlu dicermati dalam rona lingkungan hidup adalah:
1. Wilayah studi rencana usaha.
2. Kondisi kualitatif dan kuantitatif dari berbagai SDA yang ada di wilayah studi rencana usaha.
Berikut ini beberapa contoh komponen lingkungan hidup yang bisa dipilih untuk ditelaah sesuai hasil pelingkupan dalam KA-AMDAL:
Fisik Kimia
Komponen fisik kimia yang penting untuk ditelaah diantaranya:
1. Iklim, kualitas udara, dan kebisingan
a. Komponen iklim meliputi tipe iklim, suhu, kelembaban curah hujan dan jumlah air hujan, keadaan angin, serta intensitas radiasi matahari.
b. Data periodik bencana, seperti sering terjadi angin ribut, banjir bandang diwilayah studi rencana usaha.
c. Data yang tersedia dari stasiun meteorologi dan geofisika yang mewakili wilayah studi tersebut.
d. Pola iklim mikro pola penyebaran bahan pencemar udara secara umum maupun pada kondisi cuaca buruk.
e. Kualitas udara baik pada sumber maupun daerah sekitar wilayah studi rencana usaha.
f. Sumber kebisingan dan getaran, tingkat kebisingan serta periode kejadiannya.
2. Fisiografis
a. Topografi bentuk lahan (morfologi) struktur geologi dan jenis tanah.
b. Indikator lingkungan hidup yang berhubungan dengan stabilitas tanah.
c. Keunikan, keistimewaan, dan kerawanan bentuk-bentuk lahan dan bantuan secara geologis.
3. Hidrologi
a. Karakteristik fisik sungai, danau, dan rawa.
b. Rata-rata debit dekade, bulan, tahunan, atau lainnya.
c. Kadar sedimentasi (lumpur) tingkat erosi.
d. Kondisi fisik daerah resapan air, permukaan dan air tanah.
e. Fluktuasi, potensi, dan kualitas air tanah.
f. Tingkat penyediaan dan kebutuhan pemanfaatan air untuk keperluan sehari-hari dan industri.
g. Kualitas fisik kimia dam mikrobiologi air mengacu pada mutu dan parameter kualitas air yang terkait dengan limbah yang akan keluar.
4. Hidrooseanografi
Pola hidrodinamika kelautan seperti:
a. Pasang surut
b. Arus dan gelombang
c. Morfologi pantai
d. Abrasi dan akresi serta pola sedimentasi yang terjadi secara alami di daerah penelitian.
5. Ruang, lahan, dan tanah
a. Inventarisasi tata guna lahan dan sumber daya lainnya pada saat rencana usaha yang diajukan dan kemungkinan potensi pengembangan dimasa datang.
b. Rencana tata guna tanah dan SDA lainnya yang secara resmi atau belum resmi disusun oleh pemerintah setempat.
c. Kemungkinan adanya konflik yang timbul antara rencana tata guna tanah dan SDA lainnya yang sekarang berlaku dengan adanya pemilikan atau penentuan lokasi bagi rencana usaha.
d. Inventarisasi estetika dan keindahan bentang alam serta daerah rekreasi yang ada diwilayah studi rencana usaha.
Bilologi
Komponen biologi yang penting untuk ditelaah diantaranya:
1. Flora
a. Peta zona biogeoklimati dari vegetasi yang berada diwilayah studi rencana usaha.
b. Jenis-jenis dan keunikan vegetasi dan ekosistem yang dilindungi undang-undang yang berada dalam wilayah studi rencana usaha.
2. Fauna
a. Taksiran kelimpahan fauna dan habitatnya yang dilindungi undang-undang dalam wilayah studi rencana usaha.
b. Taksiran penyebaran dan kepadatan populasi hewan invertebrata yang dianggap penting karena memiliki peranan dan potensi sebagai bahan makanan atau sumber hama dan penyakit.
c. Perikehidupan hewan penting diatas termasuk cara perkembangbiakan dan cara memelihara anaknya perilaku dalam daerah teritorinya.
Sosial
Komponen sosial yang penting untuk ditelaah diantaranya:
1. Demografi
a. Struktur penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan, dan agama.
b. Tingkat kepadatan penduduk.
c. Pertumbuhan (tingkat kelahiran dan kematian bayi).
d. Tenaga kerja.
2. Ekonomi
a. Ekonomi rumah tangga.
b. Ekonomi sumber daya alam.
c. Perekonomian lokal dan regional.
3. Budaya
a. Kebudayaan.
b. Proses sosial.
c. Pranata sosial/kelembagaan masyarakat dibidang ekonomi.
d. Warisan budaya.
e. Pelapisan soasial berdasarkan pendidikan, ekonomi, pekerjaan, dan kekuasaan.
f. Kekuasaan dan kewenangan.
g. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha.
h. Adaptasi ekologis.
4. Kesehatan masyarakat
a. Parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana pembangunan dan berpengaruh terhadap kesehatan.
b. Proses dan potensi terjadinya pemajanan.
c. Potensi besarnya dampak timbulnya penyakit.
d. Karakteristik spesifik penduduk yang beresiko.
e. Sumber daya kesehatan.
f. Kondisi sanitasi lingkungan.
g. Status gizi masyarakat.
h. Kondisi lingkungan yang dapat memperburuk proses penyebaran penyakit.
E. PRAKIRAAN DAMPAK BESAR DAN PENTING
Dampak besar dan terpenting dalam studi AMDAL menurut pedoman penyusunan AMDAL hendaknya dimuat hal-hal sebagai berikut:
1. Prakiraan secara dampak usaha pada saat prakonstruksi, konstruksi operasi, dan pascaoperasi terhadap lingkungan hidup.
2. Penentuan arti penting perubahan lingkungan hidup bagi masyarakat diwilayah studi rencana usaha dan pemerintahan dengan mengacu pada pedoman penentuan dampak.
3. Dalam melakukan telaah butir 1 & 2 tersebut diperhatikan dampak yang bersifat langsung dan tidak langsung.
4. Mengingat usaha atau kegiatan masih berada pada tahap pemilihan alternatif usaha maka telaahan dilakukan untuk masing-masing alternatif.
5. Dalam melakukan analisis prakiraan dampak penting agar digunakan metode-metode formal secara sistematis.
F. EVALUASI DAMPAK BESAR DAN PENTING
Hasil evaluasi mengenai hasil telaahan dampak dari rencana usaha selanjutnya menjadi masukan bagi instansi yang bertanggungjawab untuk memutuskan kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha sebagaimana dimaksud dalam PP No. 27 Tahun 1999.
1. Telaahan terhadap dampak besar dan penting
a. Yang dimaksud dengan evaluasi dampak yang bersifat holistis adalah telaah secara totalitas terhadap beragam dampak besar dan penting lingkungan hidup.
b. Telaahan secara holistis dengan menggunakan metode-metode evaluasi yang lazim dan sesuai dengan kaidah metode evaluasi dampak penting dalam AMDAL sesuai keperluannya.
c. Dampak-dampak besar dan penting yang dihasilkan dari evaluasi disajikan sebagai dampak-dampak besar dan penting yang harus dikelola.
2. Telaahan sebagai dasar pengelolaan
a. Hubungan sebab akibat (kausatif) antara rencana usaha kegiatan dan rona lingkungan hidup dengan dampak positif dan negatif yang mungkin timbul.
b. Ciri dampak penting juga perlu dikemukakan dengan jelas.
c. Identifikasi kesenjangan antara perubahan yang diinginkan dan perubahan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pembangunan.
d. Kemungkinan seberapa luas daerah yang akan terkena dampak penting pembangunan.
e. Analisis bencana alam dan analisis resiko bila rencana usaha berasa dalam daerah bencana alam atau dekat sumber bencana alam.
G. RUANG LINGKUP STUDI DAN METODE ANALISIS DATA
Ruang lingkup studi meliputi dampak besar dan penting yang ditelaah, yakni:
1. Rencana usaha penyebab dampak terutama komponen langsung yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkannya.
2. Kondisi rona lingkungan hidup yang terkena dampak lingkungan.
3. Jenis-jenis kegiatan yang ada disekitar rencana lokasi beserta dampak yang ditimbulkannya.
4. Aspek pada butir 1,2,3,4 mengacu pada hasil pelingkupan yang tertuang dalam dokumen kerangka acuan untuk AMDAL.
Penjelasan ini agar dilengkapi dengan peta yang menggambarkan lokasi rencana usaha beserta kegiatan-kegiatan yang berada disekitarnya.
Identitas Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL
1. Pemrakarsa:
a. Nama dan alamat lengkap instansi/perusahaan sebagai pemrakarsa rencana usaha dan penanggungjawab pelaksanaan rencana usaha.
2. Penyusun AMDAL:
a. Nama dan alamat lengkap lembaga/perusahaan disertai dengan kualifikasi dan rujukannya dan penanggungjawab penyusun AMDAL.
Wilayah Studi
Lingkup wilayah studi mencakup pada penetapan wilayah studi yang digariskan dalam kerangka acuan untuk AMDAL dan hasil pengamatan dilapangan. Batas wilayah studi AMDAL digambar pada peta dengan skala yang memadai.
Pelingkupan Wilayah Studi
Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi wilayah studi AMDAL sesuai hasil pelingkupan dampak besar dan penting. Lingkup wilayah studi AMDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang, sebagai berikut:
1. Batas Proyek
Yakni ruang dimana suatu rencana usaha melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi, dan operasi.
2. Batas Ekologis
Yakni ruang persebaran dampak dari suatu rencana usaha menurut media transportasi limbah, termasuk ruang disekitar rencana usaha yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas usaha.
3. Batas Sosial
Yakni ruang disekitar rencana usaha yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha.
4. Batas Administratif
Yakni ruang dimana masyarakat secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Batas Ruang Lingkup Studi AMDAL
Yakni ruang yang merupakan kesatuan dari keempat wilayah diatas, namun penentuannya disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki keterbatasan sumber data.
Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Perlunya dilakukan metode pengumpulan dan analisis data yang ilmiah dengan pertimbangan mengingat studi AMDAL merupakan telaahan mendalam atas dampak besar dan penting usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup.
1. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer maupun sekunder yang dapat dipercaya yang diperoleh melalui metode atau alat yang bersifat sahih.
2. Metode pengumpulan data, metode analisis atau alat yang digunakan, serta lokasi pengumpulan data berbagai komponen lingkungan hidup yang diteliti.
3. Pengumpulan data dan informasi untuk demografi sosial ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dan kesehatan masyarakat menggunakan kombinasi dari tiga atau lebih metode agar diperoleh data yang realibitasnya tinggi.
H. SISTEMATIKA PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL
AMDAL perlu disusun secara sistematis, sehingga dapat:
1. Langsung mengemukakan masukan penting yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan rencana usaha.
2. Mudah dipahami isinya oleh semua pihak termasuk masyarakat.
3. Memuat uraian singkat tentang rencana usaha dan dampaknya serta kesenjangan data informasi yang dihadapi selama menyusun AMDAL.
I. KEGUNAAN DAN KEPERLUAN RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
Kegunaan dan keperluan mengapa rencana usaha harus dilakukan ditinjau dari segi kepentingan pemrakarsa maupun segi menunjang program pembangunan.
1. Penentuan batas lahan yang langsung akan digunakan oleh rencana usaha harus dinyatakan dengan peta berskala memadai.
2. Hubungan antara lokasi rencana usaha dengan jarak dan tersedianya SDA hayati dan non hayati.
3. Alternatif usaha berdasarkan hasil studi kelayakan.
4. Tata letak usaha dilengkapi dengan peta berskala memadai yang memuat informasi tentang letak bangunan dan struktur lainnya yang akan dibangun.
5. Tahap pelaksanaan.
a. Tahap prakonstruksi/persiapan
b. Tahap konstruksi
c. Tahap operasi
d. Tahap pasca operasi

KEMISKINAN DI TANAH MARAUKE

Kemiskinan adalah kondisi umum yang dijumpai pada kehidupan masyarakat asli di Tanah Papua. Hal kemiskinan dan keterbelakangan sebagai akibat dari ketertindasan masyarakat asli Papua ini nampak pada rendahnya pendapatan keluarga, rendahnya pendidikan, tingginya angka orang sakit yang tidak tertolong, dan tingginya kematian ibu dan anak (bayi). Masyarakat asli Papua hidup dalam serba kesulitan dan keterbatasan, karena kebijakan publik dari pemerintah yang tidak memihak dan menguntungkan rakyat. Berbagai macam produk hukum berupa peraturan perundang-undangan tidak mengakomudir hak-hak dasar masyarakat dan tidak bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar rakyat di bidang ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan dan politik, termasuk hak akses masyarakat adat dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Sebagai akibat dari pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dan berbasis masyarakat adalah kerusakan hutan yang membawa efek pada kesulitan akses air bersih dan pangan lokal.
Kebutuhan dasar rakyat yang meliputi pangan dan air bersih, juga merupakan hal yang semakin sulit dipenuhi. Kesulitan air bersih disebabkan oleh kondisi alam di Papua yang terdiri dari gunung-gunung terjal dan sebagian besar rawa-rawa dan sungai keruh. Di banyak tempat di Papua, masyarakat bertahan hidup dengan mengkonsumsi air hujan. Sementara itu rakyat semakin sulit memenuhi kebutuhan pangannya. Hutan sagu telah banyak digusur oleh pengusaha HPH, dan Hutan mangrove di pesisir laut dan pantai sebagai sumber udang dan ikan juga dikeruk habis oleh investor. Rakyat kini juga mulai terbiasa dengan beras miskin (raskin) yang dibagikan oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan konsumsi rakyat bergeser dari sagu dan ubi ke beras. Jika raskin tidak ada, rakyat harus membeli beras, sementara sagu dan keladi semakin menghilang dari lahan-lahan mereka. Efek lain adalah tergesernya pola hidup produktif menjadi konsumtif sangat nampak pada masyarakat asli Papua, karena secara langsung maupun tidak langsung pemerintah telah menciptakan ketergantungan masyarakat pada bantuan pemerintah dan bahan makanan yang diimport/dipasok dari luar Papua, termasuk beras miskin (raskin) yang didatangkan dari Taiwan. Mengapa tidak membangun dari dan dengan apa yang sudah ada pada masyarakat Papua?
Pada tahun 2005-2006, Indonesia kembali tersentak oleh sebuah berita mengenaskan dari Papua. Cerita ini merupakan sebuah defacto pengalaman pahit di Yahukimo. Lebih dari 55 penduduk meninggal dunia dan 112 orang sakit di Kabupaten Yahukimo. Bukan lantaran wabah penyakit mereka meregang nyawa, tapi akibat kelaparan. Bagaimana bisa? Di Indonesia yang subur dan makmur masih ada penduduk mengalami kelaparan. Tapi, inilah kenyataan. Kelaparan di tujuh (7) distrik dan 10 pos pemerintahan di Kabupaten Yahukimo, disebabkan sekitar 55.000 penduduk di tujuh distrik itu kehabisan makanan umbi-umbian karena terlambat menanam dan gagal panen. Daerah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya ini hanya dapat dijangkau dengan pesawat terbang. Bupati Yahokimo Ones Pahebol membenarkan bahwa kondisi masyarakat di tujuh distrik dan 10 pos pemerintahan di Yahokimo sangat memprihatinkan. Penduduk di daerah itu tak lagi memiliki makanan apa pun untuk dikonsumsi. ”Makanan umbi-umbian sudah habis sejak Oktober 2005. Tidak ada jenis makanan lain karena masyarakat terlambat menanam, sementara hasil panen tahun 2006 dipastikan gagal total karena kekeringan”.
Biasanya masyarakat membuat kebun dan melalui proses tanam hingga panen umbi-umbian tepat waktu, tetapi sekitar enam bulan lalu ada kegiatan musiman di distrik-distrik tersebut sehingga mereka terlambat menanam pada tahun 2005 dan gagal panen pada tahun 2006 karena kekeringan. Sementara masyarakat yang berdiam di daerah pegunungan di Yahukimo sangat bergantung pada satu jenis makanan hutan yang disebut ”kelapa hutan”. Ketika musim kelapa hutan tiba, masyarakat dengan mudah mengonsumsi makanan ini tanpa harus bekerja. Mereka bisa mengambil kelapa hutan itu dari hutan dengan leluasa, kemudian merebus dan memakannya. Namun, ketika musim itu berganti, masyarakat tidak memiliki bahan makanan lagi karena mereka tidak mempersiapkan bahan pangan cadangan. Mereka tetap menunggu musim kelapa hutan tiba kembali. Padahal, kelapa hutan itu tumbuh secara musiman dan tidak menentu. Masalah lain, di gunung-gunung dan bukit tempat tinggal warga tersebut tidak ada pasar. Daerah itu sangat terisolasi dan jauh dari pusat ibu kota kabupaten maupun provinsi. Akses masyarakat sangat terbatas. Kondisi kesehatan masyarakat di sana juga tergolong buruk. Banyak yang menderita TB paru, infeksi saluran pernapasan akut, muntah berak, dan malaria. Tidak ada sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, apalagi petugas kesehatan yang bertugas di daerah-daerah itu. ”Saat ini masyarakat di tujuh distrik itu butuh makanan, obat-obatan, dan tenaga medis. Yang cepat memberi perhatian adalah bantuan dari Pemerintah Daerah Asmat berupa satu ton beras, tetapi tidak cukup dibagikan kepada penduduk yang mengalami kelaparan karena terbatas”.
Pendirian Yahukimo ditetapkan menurut Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2002. Kabupaten ini merupakan kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Jayawijaya dan diresmikan pada 12 April 2003. Nama Yahukimo berasal dari nama empat suku yang bermukim di sana, yaitu Yali, Hubla, Kimyal, dan Momuna. Di kabupaten ini terdapat dua daerah yang cukup terkenal untuk penggemar trekking, yaitu Kurima dan Anggruk. Pada 9 Desember 2005, dilaporkan bahwa sekitar 55 orang penduduk di Kecamatan Krapon meninggal dunia akibat kelaparan karena terlambat menanam umbi-umbian yang menjadi sumber makanan di daerah tersebut. Daerah tersebut terpencil dan hanya dapat dijangkau melalui pesawat terbang. Pada Pemilu 2004, Yahukimo dibagi kepada tiga distrik pemilihan, yaitu Kurima, Ninia, dan Anggruk. Ada 90 desa di kabupaten ini. Saat peristiwa kelaparan dilaporkan pada Desember 2005, terdapat sedikitnya tujuh distrik. Sejak dibentuk pada April 2003 hingga sekitar September 2005, Yahukimo diperintah dari Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Bupatinya baru mulai menempati kantor di Sumohai sejak September 2005.
Sementara itu, pada 15 Desember 2005 Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie menyangkal fakta-fakta di lapangan bahwa tidak ada kelaparan di Kabupaten Yahukimo, Papua yang ada penduduk mengalami kekurangan bahan makanan pokok ubi jalar akibat gagal panen. "Hasil kunjungan Tim Gabungan dipimpin Menko Kesra ke lokasi yang dianggap daerah bencana di Yahukimo, (11/12) tidak ditemukan telah atau sedang terjadi wabah kelaparan, terbukti sebagian besar penduduk berbadan gemuk, tanaman jagung, pisang dan kubis tumbuh subur," katanya kepada pers, di Jakarta, Kamis sore (15/12). Menurut Ical (panggilan Aburizal Bakrie), sejumlah pemberitaan yang menyebutkan 55 warga Yahukimo tewas dalam empat bulan terakhir akibat kelaparan berdasarkan laporan LSM adalah data yang belum diverifikasi kebenarannya. Sedangkan menurutnya, ratusan warga Yahukimo dilaporkan sakit saat ini karena sakit malaria, cacingan dan bukan karena busung lapar.
Pemerintah mengirimkan bantuan sejak berita dugaan kelaparan di Yahukimo disiarkan media pada (10/12), yakni sekitar 45 ton berupa bahan makanan dan obat-obatan serta pada Januari 2006 akan dikirm bantuan senilai Rp 21 miliar berupa bahan makanan dan obat-obatan untuk jangka waktu enam bulan. Pada kesempatan terpisah, Menko Kesra menyatakan bantuan bahan makanan, obat-obatan dan tim dokter telah sampai di 13 titik wilayah rawan pangan di Kabupaten Yahukimo. "Makanan, dan obat-obatan sudah sampai ke sana. Dokter-dokter sudah memberikan konfirmasi bahwa tidak ada bencana kelaparan. Dan semua dokter masih ada di sana semua," katanya. Sementara utuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal serupa di masa mendatang, tambah Menko kesra pemerintah akan melakukan beberapa langkah yakni, setiap titik (desa) di wilayah Yahukimo akan dilengkapi dengan peralatan komunikasi berupa Single Side Band (SSB) untuk 91 desa.
Satu komunitas disana itu hanya ada sekitar 100 sampai 200 orang. Dan sulit transportasinya, hanya bisa jalan kaki, sehingga perlu alat komunikasi," kata Ical. Upaya lain, pemerintah akan membangun lumbung-lumbung pangan dan mengirimkan penyuluh pertanian, agar mereka tidak tergantung oleh musim. Selain itu, program jangka panjang untuk mencegah rawan pangan di Kabupaten Yahukimo, yakni peningkatan metode pertanian, sarana kesehatan dan pendidikan dasar, membangun jalan raya menghubungkan Jayapura dan Merauke serta penciptaan pusat pertumbuhan agar terjadi migrasi natural dari gunung ke kota. Meski upaya penanggulangan bencana kekeringan di Kabupaten Yahukimo oleh pemerintah pusat yang penangganannya langsung dibawah Interdep (Lintas Departemen) dengan dana bantuan sebesar Rp 68 miliar, namun DPRD Yahukimo tetap meminta agar dana itu diaudit penggunaannya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Yahukimo Abok Busup,S.Th,M.Si menilai, Interdep telah gagal melaksanakan upaya penanggulangan bencana kekeringan di Yahukimo, mengingat selain program pengadaan sembilan bahan makanan (bama) pokok bagi 17 titik wilayah rawan bencana kekeringan tidak terelisasi dengan baik, Bama yang seharusnya diberikan dengan gratis malah disalahgunakan dengan diperjualbelikan. “Selain itu, program pengembangan varietes umbi bagi masyarakat tidak tersosialisasi dengan baik, bahkan saat ini dari 17 titik yang dijadikan lahan untuk pengembangan varietas tersebut tidak berjalan lagi," tegas Abok Busup kepada wartawan, kemarin. Dikatakan, gagalnya program penanggulangan bencana kekeringan yang berlangsung kurang lebih sembilan bulan dan baru berakhir pada akhir Agustus lalu itu dinilai karena tidak dilibatkannya pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program penanggulangan bencana kekeringan. " Kami di daerah sama sekali tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program-program penanggulangan bencana ini, semua dihandel langsung oleh tim yang disebut Interdep yang langsung datang dari pusat, baik itu tenaga dokter dan lainnya sebagainya. Sehingga kalau program ini gagal maka yang bertanggungjawab terhadap penggunaan dana bantuan sebesar Rp 68 miliar itu adalah Tim Interdep.
Kegagalan pelaksanaan program penanggulangan bencana kekeringan di Kabupaten Yahukimo dapat dilihat dari program pengembangan varietes umbi jalar yang seharusnya dilaksanakan di 17 titik wilayah rawan kekeringan tetapi yang berhasil dilaksankan hanya di ibukota Yahukimo, yakni Dekai saja, semenatara di 16 titik lainnya tidak ada hasilnya. Untuk itu sebagai wakil rakyat, dirinya meminta agar penggunaan dana bantuan kekeringan diKabupaten Yahukimo di Audit mengingat terindikasi terjadi penyimpangan penggunaan anggaran.
Ironisnya, Gubernur Papua J.P. Salossa dengan enteng mengatakan, kelaparan di Yahukimo itu hal lumrah. Kelaparan terjadi karena kondisi alam tidak memungkinkan menanam tumbuhan umbi-umbian sebagai makanan pokok penduduk. "Yahukimo sebagian merupakan daerah panas, malaria juga bisa masuk ke sana," ucap Salossa. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie yang telah berkunjung ke Yahukimo pun membantah ada kelaparan. Menurut dia, yang terjadi adalah gejala awal kelaparan. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesra Sutejo Yuwono kembali memastikan, tidak semua dari 55 warga Yahukimo meninggal akibat kelaparan. Data dari LSM dianggap sumir karena catatan resmi dari pejabat lokal soal indikasi penyebab kematian tidak tersedia. Pemerintah saat ini, kata Sutejo, berpegang pada hasil penyelidikan tim medis bersama tim Kementerian Kesra. "Yang dideteksi oleh dokter, baru-baru ini, tidak ada warga terindikasi kelaparan," jelas dia. Gagal panen seperti dilansir media massa belakangan ini juga tidak terbukti. "Ada tumbuhan jagung, pisang, sayuran, dan ternak babi mereka gemuk," tambah Tejo.
Peneliti sosial asal Papua Natalies Pigay menyangsikan fakta yang dibeberkan Kementerian Kesra. "Saya khawatir [pemeriksaan] hanya di Sumohai [daerah perkotaan]," ucap Natalies yang turut menjadi narasumber dalam dialog SCTV. Namun, Natalies mengajak tidak berdebat soal angka dan penyebab kematian. Tindakan nyata mengatasi masalah tersebut yang ditunggu. Sebab, persoalan kelaparan di Yahukimo kerap terjadi, yaitu sekitar tahun 1989, 1997, dan 2004. Menurut Profesor Budi Santoso, antropolog dari Universitas Indonesia, masyarakat Papua masih mengandalkan alam sebagai sumber kehidupan. Layaknya masyarakat tradisional, mereka mencari makan hanya untuk keperluan satu hari. "Sambil berburu kadal," kata Budi yang pernah meneliti kehidupan masyarakat Papua. Mereka tidak pernah menyimpan makanan untuk jangka waktu panjang dan tidak mengenal pasar seperti lumrah di pulau-pulau lain di Indonesia. "Sangat bergantung pada kemurahan alam," ujar dia. Mengingat pola hidup seperti itu, kata Budi, memungkinkan sekali warga Yahukimo yang termasuk wilayah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya mengalami underfood atau kelaparan. Sebab, kekebalan tubuh kurang sehingga mudah terserang penyakit. Terlebih, tenaga medis di sana minim. Bayangkan untuk satu kabupaten hanya tersedia seorang dokter dan satu pusat kesehatan masyarakat. Yahukimo dalam pandangan Natalies adalah wilayah terisolasi dengan tingkat pendidikan sangat rendah.

Natalies juga menyebut sebagai masyarakat telanjang di Abad 21. Pasalnya, hanya sedikit penduduk di kabupaten yang 90 persen tanahnya merupakan hutan, berpakaian seperti layaknya manusia. Dia membenarkan, penduduk Yahukimo tidak mengenal mekanisme pasar dan hidup nomaden mencari lahan untuk berladang. "Situasi seperti ini pemerintah sudah tahu, tapi tidak pernah ada antisipasi," tegas dia. Pemekaran wilayah yang terlalu banyak dinilai Natalies juga menjadi penyebab kelaparan terjadi. Untuk mengakali kondisi demikian Natalies berharap pemerintah membuat lumbung di setiap kecamatan bahkan sampai ke desa. Adanya lumbung makanan di Wamena--pusat pemerintahan sementara Yahukimo--kurang tidak dirasakan manfaatnya oleh penduduk yang rata-rata tinggal di pelosok. "Ibarat tikus mati di lumbung padi," kata Natalies.
Secara umum wilayah Papua, kata Tejo, memang lebih tertinggal karena ketersediaan infrastruktur dan petugas belum maksimal. Namun, dia tidak setuju jika penduduk Yahukimo disebut tidak mengenal pakaian. Bahkan mereka sudah memahami pentingnya pendidikan. "Satu atau dua warga mulai berdagang ke kota untuk mencari biaya anak sekolah," papar Tejo. Soal membuat lumbung, menurut Tejo, masih menunggu keputusan pejabat setempat untuk mencari bentuk lumbung yang tepat. Agar persoalan serupa tidak terjadi lagi Kementerian Kesra menurunkan tenaga penyuluh untuk mengarahkan penduduk supaya tidak melulu menanam ubi jalar. "Bisa dimodifikasi antara jagung atau ketela pohon," tutur Tejo. Sarana komunikasi dan informasi juga tengah disiapkan. Jajaran Kementerian Kesra dalam waktu dekat akan kembali ke Yahukimo. Dengan melibatkan LSM setempat pemerintah mengajak duduk bersama mencari solusi mengubah pola hidup masyarakat yang sudah mengakar. Natalies setuju konsep yang dipaparkan Tejo. "Tapi, lebih bagus jika dibuat dalam perjanjian," ujar dia.
Busung lapar dan gizi buruk bukan cuma "monopoli" masyarakat Yahukimo. Puluhan bocah di sebagian Pulau Jawa, Nusatenggara Barat, dan Nusatenggara Timur juga menderita penyakit sejenis. Bedanya, kasus di ketiga wilayah itu disebabkan kemiskinan. Pemerintah memang bergerak cepat. Miliaran rupiah digelontorkan untuk membantu korban. Dan, untuk satu sampai tiga bulan bantuan itu cukup. Masyarakat kembali kalut setelah bantuan habis. Mereka pun kembali berjuang mengais rejeki untuk membeli sesuap nasi.
Selain cerita dari wilayah pegunungan Yahukimo di atas, kondisi kehidupan masyarakat pesisir pantai dan pemukim di daerah aliran sungai (DAS) juga sama halnya. Orang asli Papua di dataran rendah, pesisir pantai dan DAS pada umumnya kehilangan lahan untuk berkebun, areal berburu dan menokok sagu karena tanah adat mereka sudah dikapling-kapling untuk kepentingan perusahaan-perusahaan skala besar seperti HPH (Hak Pengusahaan Hutan), HTI (Hutan Tanaman Industri), pertambangan, pemukiman transmigrasi, pemukiman perkotaan dan lain sebagainya. Misalnya, di Kabupaten Sarmi-Mamberamo, masyarakat kehilangan hak akses atas areal seluas 2 juta hektar yang telah dikapling untuk HTI perkebunan sawit dan singkong (biofeol). Di kabupaten Waropen, masyarakat kehilangan lahan seluas 60,000 hektar untuk lahan konsesi pertambangan. Di Teluk Wondama, masyarakat kehilangan lahan seluas 80,000 hektar untuk HTI perkebunan sawit. Di Teluk Bintuni, masyarakat kehilangan lahan seluas 3000 hektar karena proyek kilangan gas alam cair LNG Tangguh (BP Indonesia) dan 90,000 hektar untuk HTI perkebunan sawit dan transmigrasi nasional. Kabupaten Manokwari telah membuka lahan 13,850 dari 17,000 hektar yang disediakan untuk HTI perkebunan sawit dan 47,000 hektar untuk HTI perkebunan pohon karet. Sementara di Sorong, PT. Intimpura telah mengubah areal HPH menjadi HTI perkebunan sawit seluas 5200 hektar dan 3000 hektar di Sorong Selatan untuk HTI perkebunan sawit. Di pulau Ayau, Raja Ampat, masyarakat kehilangan 1200 hektar yang diklaim untuk pertambangan dan 750 hektar untuk HTI perkebunan sawit. Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa HPH dapat berlih menjadi HTI untuk kepentingan Pertambangan yang justru menjadi penyebab hilangnya hak masyarakat asli Papua, dan kerusakan lingkungan yang lebih fatal buruknya karena pengelolaannya tidak berkelanjutan. Pembangunan seperti ini justru mengancam ketahanan hidup masyarakat lokal di Papua. Kebiasaan masyarakat adat/asli di Papua pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka adalah melakukan usaha-usaha sesuai dengan kearifan lokal yang sudah ada sejak zaman leluhurnya.
Mereka memanfaatkan sumberdaya hutan dan sungai secara tradisional. Mereka melaut dan meramu hasil hutan, berburu dan berkebun dalam ukuran kecil hanya untuk menanam ubi-ubian dan sayur mayur. Ketika perusahaan-perusahaan HPH, HTI dan pertambangan masuk ke wilayah mereka, sebagian masyarakat ikut bekerja sebagai tenaga kerja buruh kasar (tukang pikul) di perusahaan dengan upah di bawah standar UMR Papua. Sedangkan sebagian besar tidak dapat diserap sebagai tenaga kerja di perusahaan. Namun, pada umumnya masyarakat bukan hidup dari upah kerja di perusahaan. Kini dampak buruk tebang habis yang dilakukan perusahaan mulai terasakan oleh masyarakat sekitar. Sagu yang tumbuh subur telah berkurang drastis karena dibabat perusahaan, sedangkan mesin-mesin mereka melindas pohon-pohon sagu kecil yang mulai tumbuh. Pemerintah daerah sendiri tidak ambil peduli dengan keadaan ini, bahkan pemerintah pernah mengijinkan beroperasinya PT. Sagindo Lestari, sebuah perusahaan tepung Sagu milik PT. Djayanti Group, di distrik Aranday – Teluk Bintuni yang dahulu kaya pohon Sagu, sekarang rawan pangan karena pohon sagu habis ditebang tanpa penanaman kembali.
Masuknya unsur beras miskin (raskin) yang difasilitasi oleh pemerintah justru membuat masyarakat bergantung pada beras miskin tersebut. Sagu dan ubi-ubian sudah digeser oleh ‘beras miskin’. Jika dalam sebulan jatah beras miskin tidak diperoleh karena keterlambatan pihak pemerintah distrik dalam mengurus prosesnya, maka artinya selama sebulan itu masyarakat tidak mempunyai makanan alternatif lain. Sedangkan untuk memperoleh sagu pun membutuhkan waktu cukup lama, karena hutan sagu kini letaknya sangat jauh, harus diambil dengan menggunakan sarana perahu dayung atau motor johnson dengan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sangat mahal. (Dari Berbagai Sumber)

IPTEK DAN LINGKUNGAN



 IPTEK ( Pengolahan Sampah )
Iptek Lingkungan ialah teknologi yang berkaitan dengan pemanfaatan dalam kaitannya dengan manjemen lingkungan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersusun sistematis dengan metode tertentu untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu pada bidang iptek terhadap linkungan tanpa merusak keseimbangan lingkungan . Upaya pelestarian lingkungan tidak hanya diperlukan saat pembukaan lahan dan penata gunaan tanah. Juga selama kegiatan pembudidayaan sampai ke pengolahan hasil. Pelestarian lingkungan pada semua tahapan produksi perlu menjadi tekad masyarakat, terlebih dalam menghadapi semakin nyaringnya tuntutan pada “produksi hijau”. Selain itu, tekad masyarakat melestarikan lingkungan dapat menjadi perisai terhadap kecaman tentang kerusakan lingkungan perkebunan.
Iptek Lingkungan meliputi:
1.       Pengolahan Sampah.
2.       Pengolahan Limbah.
3.       Konservasi Lingkungan.
4.       Badan Pertanian Teknologi bibit & benih, Rekayasa Genetika.
  • Pengolahan sampah
Tumpukan sampah yang setiap hari bertambah satu hingga 1,5 ton, mulai teratasi menyusul beroperasinya pengelolaan sampah terpadu terutama Jakarta, pengelolaan sampah terpadu mampu mengurangi limbah rumah tangga hingga 60-65 persen, sedangkan 35-40 persen sisanya diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Pengelolaannya harus melibatkan semua warga, oleh karena itu, rumah tangga harus melakukan pemilahan sampah menjadi tiga bagian, yaitu sampah organik (basah) (sisa makanan, sayur), kering (kertas, dus, botol), dan limbah berbahaya seperti aki dan baterai bekas, sprayer
insektisida, serta pembalut wanita.
PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF TEKNOLOGI PENGELOLAAN SAMPAH
Penanganan sampah khususnya di kota-kota besar di Indonesia merupakan salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pengelola kota. Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar, telah mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah disertai permasalahannya. Bagian sampah yang tidak terangkut tersebut ditangani oleh masyarakat secara swadaya, atau tercecer dan secara sistematis terbuang ke mana saja. 
Tambah banyak sampah yang dapat diangkut ke TPA bukan pula jaminan bahwa kota akan menjadi makin bersih. Kualitas kebersihan suatu kota, lebih tergantung pada peran serta masyarakatnya untuk menjaga kebersihan kota tersebut. Kebersihan suatu kota biasanya tercermin dari penanganan sampah di tempat-tempat umum seperti di pasar dan sebagainya.
Sampai saat ini andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling pada sebuah TPA. Biasanya pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus TPA Bantar Gebang di Bekasi dan TPA Keputih di Surabaya.
Aktivitas utama pemusnahan sampah di TPA adalah dengan landfilling. Beragam tingkat teknologi landfilling. Dapat dipastikan bahwa yang digunakan di Indonesia adalah bukan landfilling yang baik, karena hampir seluruh TPA di kota-kota di Indonesia hanya menerapkan apa yang dikenal sebagai open-dumping, yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai sebuah cara yang sistematis, dan sama sekali sulit pula disebut sebagai sebuah bentuk teknologi penanganan sampah.
Pengembangan teknologi yang sesuai dengan kondisi Indonesia perlu digalakkan, khususnya yang mudah beradaptasi dengan kondisi sosio-ekonomi masyarakat Indonesia. Teknologi yang berbasis pada peran serta masyarakat tampaknya perlu mendapat prioritas, agar keterlibatan mereka menjadi lebih berarti dan terarah dalam penanganana sampah. Namun pengenalan teknologi yang relatif canggih, padat modal, dan dikenal sangat mampu memusnahkan sampah seperti insinerator, sudah waktunya juga dikaji khusunya bagi kota-kota yang sudah mampu
Sampah menjadi hal yang sangat mengganggu di setiap negara karena berkaitan langsung dengan masalah lingkungan hidup. Taukah Anda bahwa negara Indonesia sendiri pada tahun 2012 pernah menghasilkan 625 juta liter sampah, di setiap harinya? Tentu angka tersebut sangat mengagetkan bagi warga Indonesia. Lalu bagaimana dengan saat ini?
Dengan bertambahnya penduduk di Indonesia, kita bisa lihat sendiri bagaimana kelanjutannya. Pemerintah sendiri sudah mengupayakan untuk meminimalisir angka tersebut. pemerintah mengupayakan untuk membangun beberapa bank sampah sebagai bukti keikutsertaan pemerintah dalam mengurangi jumlah sampah yang ada di Indonesia.
Namun, bila dilihat dari banyaknya masyarakat yang masih kurang peduli akan lingkungan hidup, yang diperlukan dalam masalah ini hanyalah kesadaran diri untuk bisa mengelola sampah sehingga tidak menimbulkan dampak negatif nantinya bagi lingkungan.
Macam Penyakit yang Ditimbulkan.
Sampah dapat menimbulkan banyak hal negatif bagi lingkungan hidup. Tidak hanya lingkungan hidup saja, sampah juga dapat menimbulkan hal negatif bagi manusia. Dampaknya akan mengenai kesehatan tubuh secara langsung dan tidak langung. Tentu beberapa dari Anda sudah mengerti dampak sampah bagi lingkungan hidup seperti adanya pencemaran udara, pencemaran air, gangguan estetika, hingga dampak sosial yang lain. Lalu apa sajakah dampak negatif sampah yang dapat timbul bagi kesehatan?
Dengan adanya sampah yang berlebih, dampak yang ditimbulkan akan menyebabkan penyakit diare, kolera, dan tifus yang dapat menyebar dengan cepat. Hal tersebut dikarenakan adanya sampah yang tidak dikelola dengan benar atau pengelolaan sampah disuatu daerah tidak mencukupi. Selain itu juga bisa menyebabkan adanya penyakit demam berdarah, karena sampah biasanya menjadi sarang berkembang biaknya nyamuk pada daerah yang berkubang air.
Adanya sampah yang tidak dikelola dengan benar, juga dapat menimbulkan jamur dan bakteri. Jamur tersebut bisa menjadi suatu penyakit, seperti jamur yang dapat berkembang pada kulit tubuh. Dampak lain yang sangat tidak diinginkan tentu adanya penyakit yang dapat menyebar pada makanan. Penyakit tersebut ditimbulkan oleh cacing pita atau yang juga disebut dengan taenia. Cacing tersebut masuk kedalam tubuh binatang ternak melalui makanannya, jika makanan hewan tersebut tidak sengaja berasal dari sampah atau sisa makanan.
Dampak yang mengerikan lainnya sudah pasti adanya sampah yang beracun. Terdapat fakta yang sangat mengerikan di Jepang. Terdapat sekitar 40.000 orang yang pada akhirnya meninggal dunia dikarenakan mengkonsumsi ikan yang ternyata mengandung atau terkontaminasi oleh raksa. Raksa tersebut ternyata berasal dari adanya sampah yang dibuang ke laut oleh beberapa pabrik yang memproduksi akumulator dan baterai. Hal ini tentu sangat mengejutkan bagi sebagian orang, mengingat biasanya sampah bukanlah hal yang besar bagi sebagian orang, dan beberapanya justru tidak perduli terhadap sampah.
Sistem Pengelolaan Sampah yang Baik.
Dengan adanya fakta yang demikian, sudah seharusnya masyarakat lebih peduli lagi untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik. Cara menanggulangi sampah tentu dengan adanya pengelolaan yang baik, dimana sudah seharusnya sampah terangkut semua dari TPS ke TPA. Selain itu, ada baiknya jika pengelolaan sampah dilakukan oleh diri sendiri terlebih dahulu, atau lingkungan kecil dahulu. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi sampah yang ada dan ikut serta membantu pemerintah.
Dengan adanya kesadaran tersebut, tentu akan mempengaruhi orang lain disekitar. Selain pengumpulan sampah, Anda yang juga ingin ikut serta dalam pengelolaan sampah dapat membantu dengan pemusnahan sampah. Pemusnahan sampah tersebut dapat dengan ditanam, dibakar atau dijadikan sampah produktif. Saat ini telah banyak orang yang menjadikan sampah sebagai sampah produktif yang pada akhirnya dapat memberikan keuntungan sendiri bagi yang mengelolanya.